Senin, 20 April 2009

JANGAN BERANI MERDEKA KALAU TIDAK MANDIRI

JANGAN BERANI MERDEKA KALAU TIDAK MANDIRI





“Manusia di dunia ini terbagi menjadi dua : Yang pertama adalah mereka yang datang ke pasar (dunia) ini dan menjual dirinya hingga menjadi budak. Yang kedua adalah mereka yang membela dirinya di pasar ini dan menjadikannya merdeka“ (Ali bin Abi Thalib).Anda bisa masuk kerja, lakukan pekerjaan anda, kemudian pulang dan mendapat upah. Maka anda telah menjual diri anda.



Tapi anda bisa masuk kerja, kemudian anda berinfaq dengan waktu anda, pikiran anda, seluruh potensi anda, fokus perhatian anda, kalau perlu dengan segala apa yang anda miliki, baik jiwa, raga, maupun harta, kemudian anda mendapatkan kemajuan begitu pula dengan perusahaan anda. Maka anda telah membeli diri anda.



Anda kemudian menjadi merdeka. Karena di lapangan tempat anda bekerja, anda bukan sekedar tukang beresin kerjaan, yang sehari­-harinya diperintah dan nunggu perintah. Tapi andalah pemilik pekerjaan itu. Andalah yang punya inisiatif menentukan langkah-langkah pekerjaan anda. Anda jugalah yang menjamin keberhasilan pekerjaan anda.



Karena andalah yang paling mengerti pekerjaan anda sendiri. Itulah kemerdekaan. Mandiri, sering diplesetkan menjadi mandi sendiri. Dikutip dari sebuah situs bisa jadi plesetan ini benar. Bahwa ada pekerjaan-­pekerjaan pribadi yang dapat dan harus kita lakukan sendiri. Masa mandi saja mesti dimandiin?



Mandiri berarti bertumpu pada kekuatan sendiri atau kondisi dimana seseorang tidak bergantung pada orang lain. Tindakan dan keberhasilan yang dia raih tidak harus menunggu dukungan orang lain atau tersedianya segala fasiltas dan sarana.Justru dialah yang menyediakan segala sesuatunya untuk mencapai keberhasilan. Sehingga tidaklah mudah menjadi orang yang mandiri.



Keikhlasan akan membentuk pekerja yang merdeka dan mandiri, karena dengan keikhlasan itu dia tidak akan pernah ragu untuk memberikan yang terbaik dari kemampuannya untuk ridha Allah saja.



“Janganlah kamu menjadi budak (hamba) seseorang, karena Allah telah menciptakan kamu dalam keadaan Merdeka.” (Ali bin Abi Thalib)



Pandangan visioner dari Rasulullah berkaitan kemerdekaan dan kemandirian ini membekali kita dengan do’a. Tentu saja ketika diperintahkan untuk berdo’a, maka disitu menyiratkan adanya permasalahan yang strateqis.



Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari pesimis dan kecewa, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat penakut dan tidak mau berkorban, dari, lilitan hutang dan dominasi manusia.



Lilitan hutang dan dominasi manusia menunjukkan bahwa kita harus mandiri dan merdeka. Artinya secara ekonomi kita bisa mengatur pemenuhan hidup kita sendiri. Tidak tergantung kepada produktifitas orang lain apalagi orang kafir.



Seorang yang merdeka bukan berarti ia bebas melakukan apa saja. Tapi ia mengerti betul apa yang harus dilakukan untuk keberhasilan hidup ini. Sehingga ia memegang kendali. Kemandirian melahirkan kemerdekaan. Dan kemerdekaan berarti kemandirian. Kedua hal ini merupakan satu kesatuan sebagai ciri seorang muslim, dan anda pekerja muslim.



Ternyata Rasullullah menunjukan bahwa itu semua bermula dari hati. Kondisi hati yang pantang mengeluh terhadap keadaan dan selalu optimis memandang gelapnya masa depan. Disinilah iman dan taqwa menjadi jawaban.



Dari kondisi hati seperti itu akan muncul pribadi yang disiplin, penuh semangat dan selalu ingin meningkatkan kemampuan. Sehingga bermunculanlah individu yang belajar, berbuat, belajar lagi berbuat lagi Sampai sempurna ilmu dan amalnya.



Pribadi semacam itu akan menghasilkan karakter individu yang pemberani dan siap berkorban. Dalamnya ilmu dan besarnya semangat tidak akan berarti apa-apa bila tidak berani melakukan dan menghadapi tantangan serta kesiapan menanggung resiko.



Karena keberanian dan pengorbanan diperlukan untuk melakukan penetrasi kepada suatu wilayah kernenangan dan perjuangan baru. Sesuatu yang gelap dimasa depan harus kita jawab dengan melakukan sesuatu sehingga kita menjadi tahu. Akhirnya lahirlah manusia yang banyak `amal sholihnya dan efektif hasilnya.



Serangkaian ikhtiar ini akan sampai kepada suatu prestasi. Kemenangan yang Allah janjikan untuk orang beriman. Keberhasilan ini diapresiasi oleh Allah dengan memilih kita sebagai penguasa wilayah tersebut. Dan segala potensi digelontorkan untuk dikelola. Inilah kemerdekaan dan kemandirian.



Anda harus mandiri, maka anda siap merebut kemerdekaan. Jangan pernah berpikir ingin merdeka ketika anda belum mandiri. Karena kemerdekaan semu yang akan diraih. Bentuklah diri anda menjadi pribadi yang mandiri, segera. Anda terlahir hanya untuk segera menjadi mandiri. Tidak perlu masa kanak-kanak, masa remaja, atau masa-masa antara itu. Lebih cepat mandiri dan memberi manfaat itu lebih baik, karena manusia yang palng baik adalah yang paling banyak manfaatnya.



Banyak orang memilih terus menjadi eksekutif ketimbang menjadi entrepreneur. Alasannya, kerap sangat klasik dan sederhana. Tak mau repot, tak punya modal, atau takut gagal. Ada juga yang memilih terus menjadi eksekutif karena merasa sudah mapan dengan posisi tersebut.



Yang menarik, mereka yang punya ketakutan seperti itu seringkali belum pernah mencoba sama sekali untuk membuka bisnis serta menjalani usaha mandiri. Atau, baru mencoba satu, dua kali, tak memperoleh return seperti yang diharapkan, putus asa, lalu memilih menghentikan usahanya.



Padahal, mencoba menjadi entrepreneur-dalam konteks tulisan saya, pengusaha muda-merupakan tantangan yang mengasyikkan. Tentu saja, jadilah pengusaha muda yang smart dan profesional. Jangan pernah berpikir untuk menjadi 'pengusaha yang hitam'. Apalagi, itu dicapai melalui jalan pintas, dengan cara-cara yang tak etis -misalnya, korupsi, kolusi, suap dan semacamnya.



Percayalah, energi-baik tenaga maupun biaya - yang kita keluarkan untuk menjadi pengusaha muda yang smart dan profesional, dengan menjadi konglomerat hitam, akan sama besarnya. Tapi, hasil yang diperoleh akan jauh bertolak belakang.



Semakin ditekuni, entrepreneur yang berkarakter smart dan profesional, hampir dipastikan bakal menuai kesuksesan. Sedangkan sekali saja kita terjerumus pada praktik bisnis hitam-apalagi kalau dilakukan berkali-kali - penjara, baik dalam arti kata sesungguhnya amupun kiasan, bakal menjadi tempat kita menghabiskan masa tua.





10 Alasan Menjadi Pengusaha Mandiri





Ada 10 alasan, sebaiknya kita mulai mencoba menjadi pengusaha mandiri.



Pertama, dengan menjadi pengusaha mandiri, kita akan bebas menentukan nasib sendiri. Kalau kita ingin cepat sukses, ya perlu bekerja ekstra keras. Kalau memilih lebih santai, juga bisa. Tergantung selera saja.



Kedua, tak terikat jam kerja. Barangkali, sebagai eksekutif sebuah perusahaan besar yang berkantor di pusat bisnis Jakarta, kita kerap jenuh dengan rutinitas kerja yang bersiklus nine to five. Apalagi, itu harus dilakukan dengan kemacetan Jakarta yang amat menjengkelkan. Dengan usaha mandiri, kita bisa mengatur sesuka hati jam kerja. kita juga bisa mengambil cuti kapan pun.



Ketiga, ide yang menumpuk di kepala bisa langsung diimplementasikan menjadi bisnis yang mungkin amat potensial. Ini, sulit dilakukan para eksekutif. Walaupun kita bekerja di sebuah korporasi yang amat besar, kita hanyalah "sebuah sekrup kecil dari sebuah mesin raksasa."



Keempat, persoalan modal. Ini memang kerap menjadi ganjalan bagi seseorang untuk menjadi pengusaha muda. Padahal, untuk memulai tak selamanya membutuhkan modal berupa uang dalam jumlah besar. Ingat modal utama pengusaha muda adalah integritas, konsep bisnis, atau ide cemerlang, ditambah jaringan perkawanan yang luas, yakinlah itu saja sudah cukup. Dari sini, biasanya dukungan akan mengalir.



Ingat jangan cepat-cepat pinjam uang jika itu tidak sangat benar-benar dibutuhkan.



Kelima, yang harus dipahami, perlu 'mental pengusaha', yaitu ketekunan ekstra untuk menjadi pengusaha muda. Karena di awal usaha, biasanya pasti muncul kendala-apa pun bentuknya. Jalani saja! Yakinlah, semua persoalan akan tereliminasi dengan semakin berpengalamannya kita menekuni bisnis tersebut. Kalau ada pepatah yang mengatakan 'tua-tua keladi, makin tua makin menjadi', maka bagi kita, yang pas adalah 'makin tua makin menghasilkan.'



Keenam, bagaimana kalau gagal? Itu memang risiko setiap usaha. Jika kita berpikir pasti gagal, kita pasti akan gagal! Jika kita berpikir pasti sukses, kita pasti sukses! Potensi kegagalan bisa diminimalisasi, jika kita cermat dan mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang, sebelum memulai usaha.



Yang perlu diingat, rata-rata sebuah usaha mandiri baru bisa dilihat hasil konkret setelah lima tahun. Walau, ada juga yang lebih cepat atau lebih lama dari kalkulasi itu. Biasanya, setelah lima tahun usaha kita akan mulai stabil. Dalam situasi itu, kita tinggal mengatur akselerasinya - kapan harus direm, atau kapan musti dipercepat.



Ingat, hasil usaha haruslah wajar, selebihnya jika serakah akan menjadi 'gambling'. Ini yang sering kali menghancurkan kita.



Ketujuh, sebagai pengusaha muda yang mandiri, tentu saja kita tak perlu takut dipecat. kita juga tak harus khawatir akan kehilangan jabatan, lalu melakukan politik di kantor, setiap kali menjelang RUPS.



Kedelapan, sebagai pengusaha muda yang mandiri, kita akan selalu menjadi 'kepala' di perusahaan. Walau sekecil apa pun bisnis kita. Ini, tentu lebih nikmat ketimbang menjadi 'ekor' -- seberapa pun besarnya -- di perusahaan milik orang lain.



Kesembilan, dengan memiliki sendiri sebuah usaha, kita tak akan pernah menjadi pensiunan. Kecuali, kalau memang kita ingin menyerahkan semua kepemilikan dan pengelolaan usaha yang kita rintis kepada orang lain.



Kesepuluh, kita bisa menikmati kebebasan finansial. Meski tak mesti harus menjadi konglomet. Ingat, jangan ingin cepat kaya, karena pasti akan terjungkal. Dan memang, sebaiknya kita jangan mengelola usaha dengan terburu-buru. Pertahankan 'life style kita'. Hiduplah sederhana, dengan kebebasan finansial, pasti terasa lebih nyaman.



Jadi, mengapa harus menunggu? Ubah paradigma kita! Mulailah menjadi pengusaha, sekarang!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar